Selasa, 27 April 2010

Asuhan Keperawatan BBLR

Asuhan Keperawatan BBLR
ASUHAN KEPERAWATAN BBLR
OLEH :
IIP ARIF BUDIMAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa dasawarsa ini perhatian terhadap janin yang mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian perinatal neonatal karena masih banyak bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah(Mochtar, 1998 ).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby ( bayi dengan berat lahir rendah = BBLR ), karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr pada waktu lahir bukan bayi premature.
Menurut data angka kaejadian BBLR di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24 %. Angka kematian perinatal di rumah sakit dan tahun yang sama adalah 70 % dan 73 % dari seluruh kematian di sebabkan oleh BBLR ( Prawirohardjo, 2005 )
Melihat dari kejadian terdahulu BBLR sudah seharusnya menjadi perhatian yang mutlak terhadap para ibu yang mengalamai kehamilan yang beresiko karena dilihat dari frekuensi BBLR di Negara maju berkisar antara 3,6 – 10,8 %, di Negara berkembang berkisar antara 10 – 43 %. Dapat di dibandingkan dengan rasio antara Negara maju dan Negara berkembang adalah 1 : 4 ( Mochtar, 1998 ).
Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Kalaupun bayi menjadi dewasa ia akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah, dan gangguan lainnya.
Tabel.1
Jumlah kelahiran di Rumah Sakit Kardinah per tahun 2008 sampai dengan bulan September 2008
Jumlah Kelahiran Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Jumlah
Hidup 201 218 266 685
Mati 4 7 8 19
Jumlah 704
Sumber : Data MedRec RSUD Kardinah Tegal Tahun 2008
Tabel. 2
Jumlah bayi yang di rawat di ruang Peristi per 3 bulan sampai bulan September 2008
Kasus Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Jumlah
Asfiksia 3 7 13 23
BBLR 32 30 36 98
BBLSR 2 8 10 20
Kelainan kongenital 1 - - -
Kelainan Mongolisme 2 - - -
Kejang - - - -
Kelainan Lain - 2 - 2
Jumlah 143
Sumber : Data MedRec RSUD Kardinah Tegal Tahun 2008
Berdasarkan latar belakang di atas maka diambilah salah satu kasus untuk pembuatan Asuhan Keperawatan pada By. Y. dengan BBLSR dengan diagnosa Asfiksia di Ruang Perinatologi (Dahlia) RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2008.
1.1 TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian BBLSR dengan kasus asfiksia.
2. Untuk mengetahui penyebab BBLSR dengan kasus asfiksia.
3. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh BBLSR pada Neonatus dan juga perjalanan penyakit tersebut.
4. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dan perawatan pada bayi BBLSR dengan asfiksia.
5. Untuk memenuhi tugas praktek Program Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas.
1.2 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dalam penetalaksanaan bayi BBLSR dengan asfiksia pada Neonatus.
2. Sebagai sumber referensi untuk kemajuan perkembangan ilmu Keperawatan, khususnya Keperawatan bayi baru lahir.
I.3 METODE PENULISAN
Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu mengamati secara langsung keadaan klien melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
2. Wawancara, Yaitu merupakan cara pengumpulan data melalui komunikasi secara lisan baik langsung dengan klien maupun dengan keluarga klien.
3. Dokumentasi, yaitu dengan membaca dan mempelajari status klien, baik data perawatan, buku laporan yang ada diruangan.
4. Studi literatur, yaitu mengambil referensi dari berbagai literatur guna mendapatkan keterangan dan dasar teoritis yang berkenaan dengan kasus atau masalah yang timbul.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah ( WHO, 1961 ).
Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr sampai dengan 2499 gr.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (Markum, 2000).
Asfiksia adalah kurangnya oksigen dalam darah dan meningkatnya kadar karbon dioksida dalam darah serta jaringan (Kamus saku kep. Edisi 22).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Medicine and linux.com).
B. Etiologi BBLR dan Asfiksia
1. Etiologi BBLR
a. Faktor ibu (resti).
b. faktor penyakit (toksimia gravidarum, trauma fisik).
c. faktor usia : < 20 tahun.
d. faktor ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan ante partum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma dan lain-lain.
e. Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini.
f. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
g. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok.
2. Etiologi Asfiksia
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir, penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari :
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah.
b. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
• Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
• Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
• Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya:
 Plasenta tipis
 Plasenta kecil
 Plasenta tak menempel
 Solusio plasenta
 Perdarahan plasenta
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
• Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
• Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia / stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
5. Faktor persalinan
• Partus lama
• Partus tindakan
(Medicine and linux.com DAN Pediatric.com)
C. PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya (Medicine and linux.com)
D. KLASIFIKASI KLINIK NILAI APGAR DAN BBLR :
1. Klasifikasi Asfiksia
a. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
b. Asfiksia sedang (APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
c. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat. Pediatric.com
2. Klasifikasi BBLR Primaturitas murni.
a. Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan masa gestasi.
b. Dismaturitas.
c. BB bayi yang kurang dari berat badan seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
d. BBLR dibedakan menjadi :
 BBLR : berat badan lahir 1800-2500 gram
 BBLSR : berat badan lahir < 1500 gram
 BBLER : berat badan lahir ekstra rendah < 1000 gr
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 ).
2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek).
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi.
4. Pengkajian spesifik/
5. Pemeriksaan fungsi paru/
6. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler/
(Pediatric.com)
F. MANIFESTASI KLINIS
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
- DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
- Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
- Apnea
- Pucat
- Sianosis
- Penurunan terhadap stimulus.
(Medicine and linux.com)
G. PENATALAKSANAAN KLINIS
1. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan nafas.
Kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
b. Rangsang reflek pernafasan.
Dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles. Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
c. Mempertahankan suhu tubuh.
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik (Medicine and linux.com DAN Pediatric.com).
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
b. Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20 x/menit Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi (Medicine and linux.com).
H. THERAPI CAIRAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
1. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia
a. Mengembalikan dan mempertahankanKeseimbangan airan
b. Memberikan obat – obatan
c. Memberikan nutrisi parenteral
2. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan
Keuntungan :
a. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat
b. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan
c. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi
d. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari
e. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.
Kerugian :
1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
2. Komplikasi tambahan dapat timbul :
• Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
• Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
• Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
3. Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.
2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
3. Memeriksa kepatenan tempat insersi
4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan
5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
6. Monitor kondisi dan reaksi pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
Nama : By. Y
Usia : 7 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Ruang/kamar : Peristi/Dahlia
No. Reg : 407221
Diagnosa medik : BBLSR dengan Asfiksia Berat
Dr. penanggung jawab : dr. S Sp A
Tanggal masuk : 5-12-2008 Pukul 07.15 WIB
Tanggal pengkajian : 13-12-2008 Pukul 08.00 WIB
Apgar skor : 3 (Asfiksia Berat)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Hub dengan klien : Anak
Alamat rumah : Pecabean RT 04/01 Kec. Pangkah Kab. Tegal
Masalah utama :
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada saat dikaji tanggal 13 Desember 2008 Jam 08.00 Wib, bayi tampak sesak nafas dengan respirasi 76 x/menit. Sesak berkurang jika posisi bayi semi ekstensi dan terpasang O2 Sungkup 5 liter/menit ditandai dengan menurunnya retraksi rongga dada dan sesak tampak bertambah dengan posisi bayi fleksi ditandai dengan peningkatan PCH.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Bayi lahir pada 5 – 12 – 2008 Pukul 07.15 WIB di Ruang Mawar RSUD Kardinah Tegal melalui persalinan spontan dengan gravidarum II, APGAR SCORE pada menit pertama 3, menit ke 5 nilainya 3 dan pada menit ke 10 nilainya 3, berat badan 1400 gram, panjang badan 38 cm dan air ketuban berwarna jernih. Dan ibu klien mengatakan riwayat kehamilan dan persalinan anak pertama prematur.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya tidak mempunyai penyakit infeksi menular (Misalnya TB), penyakit kardiovaskuler (Hipertensi), dan penyakit keturunan (DM/Asma). Riwayat kehamilan persalinan sebelumnya adalah prematur dan tidak ada riwayat kehamilan gemeli (Kembar).
Genogram
Riwayat Psikologis :
Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya, ekspresi wajah ayahnya tampak cemas, dan bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan.
Data Sosial Ekonomi :
Kepala keluarga adalah ayah klien, sekaligus penangung jawab perekonomian, keputusan diambil oleh ayah dan ibu klien secara musyawarah.
A. PENGKAJIAN FISIK :
1 Keadaan umum
Keadaan umum : Klien tampak lemah
Lingkar kepala : 26 cm
Lingkar Dada : 28 cm
Lingkar Perut : 25 cm
Panjang Badan : 38 cm
Berat badan lahir : 1400 gr
BB saat dikaji : 1200 gr
Lingkar lengan atas : 5 cm
2 Vital Sign
P : 138 x/menit
RR : 76 x/menit
T : 39,1 0C
3 Kepala
Bentuk kepala normochepal, rambut tipis lurus dengan warna rambut hitam, tidak terdapat benjolan, tidak ada lesi, keadaan sutura sagitalis datar, tidak ada nyeri tekan, terdapat lanugo disekitar wajah.
4 Mata
Bentuk mata simetris, tidak terdapat kotoran, bulu mata belum tumbuh, sklera tidak ikterik.
5 Telinga
Bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak terdapat benjolan dan lesi, tulang telinga lunak, tulang kartilago tidak mudah membalik/lambat, terdapat lanugo
6 Hidung
Bentuk hidung normal, PCH positif, terpasang O2 sungkup 5 liter/menit, terpasang NGT, keadaan hidung bersih, tidat terdapat polip dan benjolan.
7 Mulut
Bentuk bibir simetris, tidak terdapat labio palato skizis, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir tampak pucat dan terdapat jamur sisa – sisa pemberian PASI.
8 Dada
Bentuk dada cekung, bersih, terdapat retraksi (pada dinding epigastrium), RR 76x/menit, suara nafas Vesikuler, Cor BJ I BJ II terdengar jelas, tidak terdapat bunyi jantung tambahan (BJ III), tidak terdapat kardiomegali, palpasi nadi radialis brakhialis dan karotis teraba lemah dan ireguler.
9 Punggung
Keadaan punggung bersih, terdapat banyak lanugo, tidak terdapat tanda-tanda dekubitus/ infeksi.
10 Abdomen
Bentuk abdomen datar, BU 10 x/menit, lingkar perut 25 cm, tidak terdapat hepatomegali, turgor kulit kurang elastis ditandai dengan kulit kembali ke bentuk semula lebih dari 2 detik.
11 Umbilikus
Tidak ada kelainan dan tanda-tanda infeksi tali pusat, warna merah muda, bau tidak ada, tali pusat sudah terlepas.
12 Genitalia
Labia mayor belum menutupi labia minor, Anus paten ditandai dengan bayi sudah BAB, mekoniun sudah keluar dan warna terlihat hitam dan konsistensi lembek.
13 Integumen
Struktur kulit halus dan tipis, merah pucat (Pale Pink), lapisan lemak tipis pada jaringan kulit, keriput, tidak ada ruam merah (Skin rash). Lanugo tersebar diseluruh permukaan tubuh.
14 Tonus Otot
Gerakan bayi kurang aktif, bayi bergerak apabila diberi rangsangan.
15 Ekstrimitas
Atas : Bentuk simetris, jari-jari tangan lengkap, akral dingin tidak terdapat benjolan dan lesi.
Bawah : Bentuk simetris, jari-jari kaki lengkap, akral dingin, terpasang IVFD D5 ½ NS Mikro drip di kaki sebelah kanan dengan 10 tetes/menit, tidak terdapat benjolan dan lesi.
Udema Sianosis
16 Refleks
Moro : Moro ada ditandai dengan cara dikejutkan secara tiba-tiba
dengan respon bayi terkejut tapi lemah (sedikit merespon)
Menggenggam : Refleks genggam positif tetapi lemah ditandai dengan respon
bayi menggenggam telunjuk pengkaji tetapi lemah.
Menghisap : Menghisap lemah ditandai dengan bayi mau menghisap dot
tetapi daya hisap masih lemah.
Rooting : Rooting positif tapi masih lemah ditandai dengan kepala bayi mengikuti stimulus yang di tempelkan yang disentuhkan di daerah bibir bawah dagu hanya tetapi bayi hanya mengikuti setengah dari stimulus tersebut.
Babynski : Refleks babinsky positif ditandai dengan semua jari hiper ekstensi dengan jempol kaki dorsi pleksi ketika diberikan stimulus dengan menggunakan ujung bolpoint pada telapak kaki.
17 Therapy
Efotax 2 x 100 mg Antibiotik iv
Gentamicine 3 x 5 mg Antibiotik iv
Aminophiline 3 x 5 mg Bronkodilator iv
Dexamethasone 3 x 1/3 ampul Kortikosteroid iv
Sanmol 2 x 0.2 cc Antipiretik parenteral
Sorbital 30 mg Antikompulsif iv (Jika perlu)
IVFD D5 ½ NS Mikro drip 9 tts/menit iv
18 Laboratorium
WBC 10.0 103/mm3 4.0/11.0 103/mm3
HGB 13,3 g/dl 11.0/18.8 g/dl
HCT 36,9 % 35.0/55.0 %
PLT 235 103/mm3 150/400 103/mm3
MPV 107 Fl 6.0/10.0 Fl
B. DATA IBU
Nama : Ny. Y
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Kehamilan : G2 P2 A0 usia kehamilan 29 minggu
HPHT : 10 Mei 2008
HPL : 17 Februari 2009
Riwayat Persalinan : Persalinan spontan, P2 A0
Riwayat Kesehatan : Kehamilan prematur kurang bulan
Lama Persalinan : 8 jam 45 menit, Kala I : 7 jam, Kala II : 15 Menit, Kala III 30
menit, kala IV 1jam setelah plasenta lahir.
Riwayat ANC : Trimester 1 : 1 kali di bidan
Trimester 2 : 1 kali
Trimester 3 (usia kehamilan 7 bulan ): 2 kali di bidan
Obat – obatan : Obat warung
Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas dahulu
No Jk Umur Usia kehamilan Penolong BBL Nifas Masalah Ket
1. ♀ 2 hari 28 minggu Bidan 1200 gr Normal
40 hari BBLSR Meninggal
2. ♀ 7 hari 29 minggu Bidan 1400 gr Normal BBLSR Hidup
Riwayat menstruasi ibu :
Haid pertama : 12 tahun
Siklus : 28 hari teratur
Volume/banyaknya : 2 x ganti balutan
Lama haid : 5 hari
C. ANALISA DATA
No
Data Fokus Etiologi Masalah
1 Ds:
Do:
 Bayi tampak sesak nafas
 RR 76 x/Menit
 Terlihat retraksi pada dinding epigastrium
 PCH +
 Terpasang O2 sungkup (5 liter / menit)
 Ujung ekstrimitas teraba dingin BBLSR
Imaturitas sistem pernafasan
Usaha nafas bayi tidak maksimal (A.S : 3)
CO2 meningkat (Hiperkapneu)
Gangguan pertukaran gas GG. Pertukaran O2
2 Ds:
Do:
 S : 39,1 0C/Anal
 Leukosit 10. 103/mm3
 Struktur kulit halus dan tipis
 Bayi di simpan dalam inkubator
Imaturitas jaringan lemak pada subkutan
Mekanisme penguapan panas (E,R,K,K)
Gangguan suhu tubuh (Hipertermi)
GG. Thermoregulasi : Hypertermi
3 Ds :
Do :
 NGT terpasang
 IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10tts/menit
 PASI 12x 5 – 7,5 cc/hari
 Refleks hisap lemah dan menelan lemah
 BB lahir 1400 gr
 BB saat dikaji 1200 gr Imaturitas sistim pencernaan
Motilitas usus rendah
Daya mencerna dan mengabsorpsi makanan
berkurang
Pengosongan lambung bertambah
Distensi abdomen
Kerja otot spingter kardio esophagus berkurang
Intake nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
4 Ds :
 Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya
Do :
 Ekspresi wajah ayahnya tampak cemas
 Ayah klien sering bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan. BBLSR
Hospitalisasi
Perawatan ekstra di ruang perinatologi
Bonding Attachment tidak terjadi
Koping keluarga in efektif
Cemas
Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua
5 Ds
Do:
 Terpasang NGT
 IVFD D5 ½ NS Mikro drip10tts/menit di ekstrimitas bawah dextra
 S : 39,1 0 C
 Oedem pada ektremitas bawah dextra yang terpasang infus
 Leukosit 10. 103/mm3
Imaturitas sistem imunologi
Rendahnya kadar Ig G ( gammaglobulin )
Penurunan antibodi dan daya tahan fagositosis belum matur
Invasi bakteri kuman patogen,selang infus/NGT
Resiko tinggi terjadi infeksi Resiko tinggi terjadi infeksi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
2. Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
4. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
E. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
2. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
4. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
F. NURSING CARE PLANNING (NCP)
Nama : By. Y No Medrek : 407221
Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia. Ditandai dengan :
Ds:
Do:
 Bayi tampak sesak
 RR 76 x/Menit
 Terlihat retraksi pada dinding epigastrium
 PCH +
Terpasang O2 sungkup (5 liter / menit) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran O2 kembali normal dengan kriteria hasil :
• Nafas spontan
• O2 tidak terpasang
• PCH negatif
• Frekuensi nafas normal 30 – 60 x/menit.
• Sianosis negatif. 1. Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
2. Therapi O2 sesuai kebutuhan
3. Monitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
4. Monitor saturasi O2 tiap 2 jam
5. Kolaborasi pemberian obat bronchodilator sesuai kebutuhan 1. Posisi kepala sedikit ekstensi bertujuan untuk membuka jalan nafas dan mempermudah pengaliran O2 atau oksigenasi
2. Suplai O2 diberikan bertujuan untuk mempertahankan kadar O2 dalam jaringan.
3. Mengetahui perubahan yang terjadi apakah pernafasan dalam batas normal atau terjadi gangguan.
4. Saturasi O2 dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar O2 dalam jaringan apakah dalam batas normal atau terjadi gangguan.
5. Obat bronkodilator berfungsi untuk membantu menurunkan sesak.
2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
Ditandai dengan :
Ds:
Do:
 S : 39,1 0C/Anal
 Kadar leukosit 10. 103/mm3
 Struktur kulit halus dan tipis
Bayi di simpan dalam inkubator Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh bayi dalam batas normal kriteria hasil :
• Suhu tubuh dalam batas normal 36.50 C – 37.50C
• Bayi tidak rewel
• Bayi bisa tidur
• Kadar leukosit dalam batas normal 4.0 – 11.0 103/mm3
• Sekresi keringat tidak nampak. 1. Atur suhu inkubator sesuai dengan keadaan bayi.
2. Observasi TTV
3. Kompres bayi dengan kasa yang telah dibasahi dengan air hangat.
4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik 1. Pengaturan suhu inkubator bertujuan untuk mencegah bayi hipertermi dan menurunkan suhu bayi.
2. Observasi TTV ditegakan untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan atau masih dalam keadaan batas normal.
3. Kompres air hangat adalah mempercepat penurunan suhu bayi.
4. Pemberian antipiretik berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh
3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
Ditandai dengan :
Ds :
Do :
 NGT terpasang
 IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10 tts/menit.
 PASI 12x 5 – 7,5 cc/hari
 Refleks hisap lemah dan menelan lemah
 BB lahir : 1400 gr
BB saat dikaji : 1200 gr Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi dengan kriteria :
• Turgor kulit elastis
• Tidak terjadi penurunan BB
• Produksi urine 1 -2 ml / kg BB / jam.
• Retensi cairan normal 1. Kaji reflek hisap dan menelan bayi
2. Timbang BB / hari dengan timbangan yang sama
3. Beri ASI atau PASI tiap 2 jam jika tidak terjadi retensi
4. Lakukan Oral hygiene
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan 1. Reflek hisap dan menellan pada bayi menandakan bayi sudah dapat di berikan asupan peroral
2. Status nutrisi teridentifikasi
3. ASI PASI sebagai nutrisi utama pada bayi
4. Mencegah terjadinya kebasian sisa makanan dan terjadinya pertumbuhan jamur
5. Keseimbangan cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. Ditandai dengan :
Ds :
 Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya
Do :
 Ekspresi wajah ayahnya tampak cemas
Ayah klien terus bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan orang tua tidak cemas lagi dengan kriteria :
• Orang tua tampak tenang
• Orang tua kooperatif
• Tidak bertanya-tanya tentang keadaan penyakit anaknya
• Orang tua suadah bertemu dengan bayinya. 1. Kaji tingkat kecemasan keluarga klien
2. kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita bayinya
3. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya
4. Beri waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
1. Mengetahui derajat kecemasan yang diderita oleh keluarga dan memudahkan dalam memberikan intervensi
2. Memudahkan perawat untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan
3. Menambah pengetahuan dengan memberikan informasi tentang keadaan yang dialami oleh bayi
4. Mengetahui tigkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.
5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
 Terpasang NGT
 IVFD 10 tetes/menit
 Kadar leukosit 10.103/mm3
 S : 39,1 0 C
Oedem pada ektremitas yang terpasang alat tindakan medis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
• Kadar leukosit dalam batas normal 4.0 – 11.0 103/mm3
• Suhu dalam batas normal 36,5o C – 37,5 o C
1. Kaji tanda – tanda infeksi
2. Observasi TTV
3. Perawatan NGT
4. Perwatan IVFD
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
1. Tanda-tanda infeksi diantaranya dolor, kalor, rubor, tumor dan fungsio laesa.
2. Untuk mengetahui keadaan umum bayi apakah terjadi gangguan atau dalam batas-batas normal
3. Mencegah infeksi
4. Mencegah infeksi
5. Antibiotik berfungsi untuk mematikan invasi bakteri penyebab infeksi
G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : By. Y No Medrek : 407221
Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN TANGGAL/ PUKUL IMPLEMENTASI KEPERAWATAN TTD
1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia
13-12-2008
08.00 WIB
08.05
15-12-2008
Pukul 08.00 WIB
08.05 WIB
16-12-2008
Pukul 08.00 WIB
08.05 WIB
1. Mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
R : Klien tampak lemah
H : Posisi kepala sudah semi ekstensi
2. Memonitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
R : Sesak nafas masih terlihat
H : Frekuensi pernapasan 76 x/menit, retraksi dinding dada berlebihan tidak
terdapat suara nafas tambahan
3. Melakukan observasi Therapi O2 sesuai 5 liter/menit sungkup
R : Klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
4. memberikan therapy injeksi Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena.
R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB
1. Mengobservasi pemberian Therapi O2 5 liter/menit sungkup
R : klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
2. Memberikan injeksi Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena
R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB
1. Mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
R : Klien tampak lemah
H : Posisi kepala sudah semi ekstensi
2. Mengobservasi pemberian Therapi O2 sesuai 5 liter/menit sungkup
R : Klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
3. Memonitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
R : Sesak masih terlihat
H : Frekuensi pernapasan 70x/menit, retraksi dinding dada berlebihan tidak
terdapat suara nafas tambahan
4. memberikan injeksi obat Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena.
R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB
2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
13-12-2008
Pukul 08.00 WIB
08.05 WIB
08.10 WIB
15-12-2008
08.00 WIB
08.05 WIB
16-12-2008
08.00 WIB
08.05 WIB 1. Mengobservasi TTV Bayi
R : Klien tampak menangis dan meringgis
H : Vital Sign bayi
S : 39.1 0C
N: 138 x/menit
R :76x/menit
2. Memberikan Sanmol Drop 0.2 cc secara parenteral selang NGT.
R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
H : Obat antipiretik telah diberikan
3. Mengatur suhu inkubator 35 0C
R : Bayi berada dalam inkubator
H : Suhu inkubator telah disesuaikan 35 0 C
1. Mengobservasi TTV Bayi
R : Klien tampak menangis dan meringgis
H : Vital Sign bayi
S : 37,6 0C P: 120 x/menit
R :74x/menit
2. Memberikan obat antipiretik Sanmol Drop 0.2 cc 2x perhari secara parenteral selang NGT.
R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
H : Obat antipiretik telah diberikan
1. Mengobservasi TTV Bayi
R : Klien tampak menangis dan meringgis
H : Vital Sign bayi
S : 370C P: 120 x/menit
R :70 x/menit
2. Memberikan obat antipiretik Sanmol Drop 0.2 cc 2x perhari secara parenteral selang NGT.
R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
H : Obat antipiretik telah diberikan
3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan 13-12-2008
09.00 WIB
09.05 WIB
15-12-2008
09.05 WIB
09.10 WIB
16-12-2008
09.05 WIB
09.10 WIB 1. Mengkaji reflek hisap dan menelan bayi
R : Bayi merespon dengan menjulurkan lidah pada saat disentuh bibirnya
H : Reflek menelan dan menghisap ada tetapi lemah dan terpasang selang NGT
2. MemberikanPASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
R : Klien tampak lemah
H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalUI selan NGT
3. Menimbang BB / hari dengan timbangan yang sama
R : Klien tampak lemah pergerakan kurang aktif
H : BB Klien 1200 gram
3. Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)
1 Memberikan PASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
R : Klien tampak lemah
H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalui selang NGT pada pukul 08.10
WIB
2 Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)
1. Memberikan PASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
R : Klien tampak lemah
H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalui selang NGT pada pukul 09.00
WIB
2. Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)
4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. 13-12-2008
11.30 WIB
15-12-2008
10.00 WIB 1. Mengkaji kecemasan keluarga
R : Keluarga mau berkomunikasi dengan perawat dan kooperatif
H : Orang tua klien mengatakan khawatir tehadap kondisi bayinya saat ini
2. Mengkaji pengetahuan orang tua tentang penyakit dan keadaan bayinya
R : Orang tua tidak mengerti dengan keadaan yang dialami bayinya.
H : Orang tua tidak mengetahui penyakit yang diderita bayinya
3. Memberi penjelasan tentang keadaan bayinya saat ini
R : Orang tua bayi tampak cemas
H : Orang tua tampak mengerti dengan penjelasan yang disampaikan perawat.
4. Memberi waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
H : Orang tua telah melihat bayinya dari luar jendela ruangan dan tampak senang..
5. Memberi waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
R : Orang tua kooperatif
H : Orang tua berharap semoga bayinya cepat sembuh dan segera dibawa pulang.
.
1. Mengkaji kembali kecemasan keluarga
R : Keluarga mau berkomunikasi dengan perawat dan kooperatif
H : Orang tua klien mengatakan masih khawatir tehadap kondisi bayinya
2. Memberi waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
H : Orang tua telah melihat bayinya dari luar jendela ruangan dan tampak
senang. dan ingin segera membawa bayinya pulang
5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
13-12-2008
08.00 wib
08.05 WIB
12.00 WIB
15-12-2008
08.00 WIB
08.05 WIB
12.00 WIB 1. Mengkaji tanda – tanda infeksi pada daerah yang terpasang infus dan NGT
R : Klien tampak lemah dan gerakan kurang aktif
H : Pada daerah yang terpasang infus lerlihat ruam merah dan sedikit bengkak.
2. Memberikan anti biotik Efotak 100mg
R : Klien tampak lemah
H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
3. Melakukan kolaborasi pemberian anti biotik Gentamycin 5mg hari pada jam R : Klien tampak tertidur
H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
1. Mengkaji tanda – tanda infeksi pada daerah yang terpasang infus dan NGT
R : Klien tampak lemah dan gerakan kurang aktif
H : Pada daerah yang terpasang infus lerlihat ruam merah dan sedikit bengkak.
2. Memberikan anti biotik Efotak 100mg
R : Klien tampak lemah
H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
3. Melakukan kolaborasi pemberian anti biotik Gentamycin 5mg hari pada jam R : Klien tampak tertidur
4. H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
H. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : By. Y No Medrek : 407221
Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN TANGGAL /PUKUL EVALUASI TTD
1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia
17-12-2008
Pkl. 08.00 S :
O :
• Bayi terlihat Sesaknya berkurang
• R : 68 x/menit
• O2 masih terpasang secara binasal 2 liter/menit
• Retraksi rongga epigastrium
• PCH tidak terdapat
• Tidak terjadi cyanosis
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
• Therapi O2 sesuai kebutuhan
• Monitor frekuensi pernafasan bayi
• Monitor saturasi O2 tiap 2 jam
• Kolaborasi pemberian obat bronchodilator sesuai kebutuhan
2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
17-12-2008
Pkl. 08.10 Wib S :
O :
• Keadaan umum bayi lemah dan gerakannya kurang aktif
• Bayi masih dalam inkubator
• Tanda-tanda vital
S: 36.5 0 C P: 108 x/ menit R. 68 x/menit
• Bayi dibedong dengan kain yang bersih dan hangat
• Kulit tipis dan belum terbentuk jaringan lemak
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Observasi TTV
• Atur suhu inkubator sesuai dengan suhu ruangan
• Kaji penyebab hipertermi/hipotermi
• Ganti popok apabila basah
Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai kebutuhan
3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan 17-12-2008
Pkl. 09.00 Wib S: -
O:
• NGT tidak terpasang
• Muntah tidak ada
• Replek menghisap ada dan lemah
• PASI peroral 2 jam sekali sebanyak 5 cc
• BB: 1200 gram
• Turgor kulit tidak elastis
• IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10 tts/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
I :
• Kaji reflek hisap dan menelan bayi
• Timbang BB / hari dengan timbangan yang sama
• Beri ASI atau PASI tiap 2 jam jika tidak terjadi retensi
• Bersihkan sisa-sisa susu di mulut bayi
• Observasi intake dan output cairan
• Kaji Bab dan BAK bayi
• Kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan perhari
4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. 17-12-2008
Pkl. 11.00 WIB S :
Orang tua bayi mengatakan ingin segera membawa pulang bayinya dan kapan bayinya sembuh
O :
• Orang tua klien tampak gelisah
• Orang tua klien kooperatif
• Orang tua klien tampak cemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Kaji tingkat kecemasan Orang Tua
• Kaji tingakat pengetahuan Orang Tua
• Beri waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
• Beri penjelasan tentang keadaan bayinya
• Beri waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
• Motivasi Orang tua bayi agar selalu menjenguk selam bayi salam perawatan
5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
17-12-2008
Pkl. 12.00 WIB S :
O :
• Tanda-tanda vital
• S: 36.8 0 C P: 102 x/menit R. 68 x/menit
• Terdapat bengkak pada daerah yang terpasang IVFD.
• Terpasang IVFD D5 ½ Ns 10 tts/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Kaji tanda – tanda infeksi
• Melakukan perawatan NGT dan Infus
• Observasi TTV
• Kolaborasi pemberian antibiotik
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan study kasus BBLSR dengan Asfiksia pada By. Y di Ruang Perinatologi/Dahlia RSUD Kardinah Tegal, ditemukan beberapa masalah keperawatan yaitu :
6. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
7. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
8. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
9. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
10. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
Sedangkan masalah keperawatan pada teori :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kurangnya transfer oksigen dari ibu ke janin.
2. Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa : Asidosis metabolik dan respiratory berhubungan dengan kegagalan bernafas.
3. Resiko tinggi kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pembatasan intake.
4. Resiko tinggi komplikasi Hipoglikemia berhubungan dengan peningkatan metabolisme.
Dari beberapa diagnosa yang di temukan dilapangan, ada beberapa diagnosa yang tidak muncul pada teori diantaranya :
1. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
2. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
4. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Kalaupun bayi menjadi dewasa ia akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang
Berdasarkan study kasus BBLSR dengan Asfiksia pada By. Y di Ruang Perinatologi/Dahlia RSUD Kardinah Tegal, ditemukan beberapa masalah keperawatan yaitu :
11. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
12. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
13. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan.
14. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi.
15. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologrendah, dan gangguan lainnya.
B. SARAN
1. Intitusi Pendidikan.
Diharapkan agar lebih mempersiapkan mahasiswa yang terjun ke lahan praktek, agar lebih bisa menerapkan apa yang telah didapat dari institusi pendidikan, dan lebih memantau kinerja mahasiswa selama di lahan praktek, melalui bimbingan secara intensif.
2. Lahan Praktek.
Disarankan untuk dapat meningkatkan pengawasan (bimbingan) kepada Mahasiswa Praktikan yang selanjutnya, agar lebih baik, terarah, dalam mengaplikasikan materi yang sudah didapat dari kampus di lahan praktek sehingga lebih meningkatkan mutu keperawatan khususnya pada kasus-kasus BBLSR dengan Asfiksia dan menurunkan angka kematian neonatus.
3. Mahasiswa praktikan.
Diharapkan agar lebih mendalami ilmu keperawatan, khususnya pada kasus-kasus BBLSR dengan Asfiksia dan perinatal, juga diharapkan mampu menerapkan teori secara aplikatif sebisa mungkin yang telah didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.
Friedman, 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
Gaffar, Jumadi. L.O. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC.
Garna, Heri.dkk. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke dua.Bandung : FKU Padjadjaran.
Irianto, Kus. Drs. 2004. Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung : Yrama Widya.
Laksman, Hendra, T. Dr. 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambaran.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta : EGC.
Markum. 1998. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Ajar Jilid 1, Bagian Kesehatan Anak , Fakultas UI, Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono, DR. dr. SpOG 2005, ILMU KEBIDANAN. Jakarta YBP-SP
Shelov, Steven P dan Hannemann, Robert E. 2004. Panduan Lengkap Perawatan Bayi Dan Balita. The American Academy Of Pediatrics.
Jakarta : ARCAN.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2002. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta : FKUI.
Supartini, Yupi, S.Kep, MSc. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Tambayong, Jan. Dr. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
WWW.Medicine and linux.com
WWW. Pediatric.com

pasien pada penyakit malaria

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembangbiak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria. Contoh faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, ketinggian. Salah satu faktor lingkungan yang juga mempengaruhi peningkatan kasus malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan-hutan bakau di pinggir pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang umumnya hanya tinggal di hutan, dapat berpindah di pemukiman manusia, kerusakan hutan bakau dapat menghilangkan musuh-musuh alami nyamuk sehingga kepadatan nyamuk menjadi tidak terkontrol.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti seminar ini diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan Malaria.
2. Tujuan khusus
a. Setelah mengikuti seminar ini mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang malaria.
b. Mahasiswa dapat memahami etiologi malaria
c. Mahasiswa dapat menguraikan tanda gejala malaria.
d. Mahasiswa dapat menguraikan patofisiologi malaria
e. Mahasiswa dapat menguraikan asuhan keperawatan pada pemutusan diagnostik/laboratorium.
f. Penatalaksanaan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan oleh protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain, 1999).
Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali.

B. Etiologi
Protozoa genus plasmodium merupakan penyebab dari malaria yang terdiri dari empat spesies, yaitu :
1) Plasmodium falcifarum penyebab malaria tropika
2) Plasmodium ovale penyebab malaria ovale
3) Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana
4) Plasmodium malariae penyebab malarua Quartanu
Malaria juga melibatkan proses perantara yaitu manusia maupun vertebra lainnya, dan rosper definitif yaitu nyamuk anopheles.

C. Tanda dan Gejala
Pada anamnesa adanya riwayat bepergian ke daeah yang endemis malaria tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah :
1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi) pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale). Pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke 3, sedangkan malaria kuartania (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap seangan ditandai dengan bebeapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit – 1 jam), puncak demam (2 – 6 jam), dan tingkat berkeringat (2 – 4 jam). Demam akan mereda secara bertahan karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respon imun.
2. Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongeori menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling kerap adalah anemia karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh :
a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan
b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama
c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritrosit dalam sum-sum tulang belakang.
d. Ikterus
Disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.

Asosiasi anemia ringan dengan rawat inap dan kematian pada orang tua: Kesehatan dan Anemia studi berdasarkan populasi

Asosiasi anemia ringan dengan rawat inap dan kematian pada orang tua: Kesehatan dan Anemia studi berdasarkan populasi

Abstrak
Latar belakang
Anemia ringan laboratorium sering menemukan pada orang tua biasanya diabaikan dalam praktek sehari-hari sebagai pengamat yang tidak bersalah. Tujuan dari sekarang berdasarkan populasi studi ini adalah untuk menyelidiki prospektif asosiasi kelas ringan anemia dengan rawat inap dan kematian.

Desain dan Metode
Calon studi berdasarkan populasi dari semua 65-84 tahun warga di Biella, Italia ini dilakukan antara tahun 2003 dan 2007. Data dari jumlah total 7.536 orang tua dengan tes darah yang tersedia untuk memperkirakan angka kematian; informasi kesehatan lengkap tersedia untuk mengevaluasi hasil-hasil yang berhubungan dengan kesehatan yang tersedia untuk 4.501 subjek tua ini. Anemia kelas ringan didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin antara 10,0 dan 11,9 g / dL pada perempuan dan antara 10,0 dan 12,9 g / dL pada pria.

Hasil
Risiko perawatan di rumah sakit di 3 tahun setelah perekrutan lebih tinggi di antara mata pelajaran tua anemia ringan daripada di antara subyek yang tidak menderita anemia (rasio hazard yang disesuaikan: 1,32; 95% confidence interval: 1,09-1,60). Resiko kematian dalam 3,5 tahun berikutnya juga lebih tinggi di antara tua anemia ringan (rasio hazard yang disesuaikan: 1.86; 95% confidence interval: 1,34-2,53). Hasil yang sama ditemukan ketika sedikit meninggikan batas bawah normal konsentrasi hemoglobin menjadi 12,2 g / dL pada wanita dan 13,2 g / dL pada pria. Risiko kematian meningkat secara signifikan anemia ringan penyakit kronis tetapi tidak dalam bahwa karena talasemia β-kecil.

Kesimpulan
Setelah mengendalikan terhadap banyak potensi pembaur, kelas ringan ditemukan anemia akan prospektif terkait dengan hasil klinis yang relevan seperti peningkatan risiko rumah sakit dan semua penyebab kematian. Apakah meningkatkan konsentrasi hemoglobin dapat mengurangi risiko yang terkait dengan anemia ringan harus diuji dalam uji klinis terkontrol.
Keywords: anemia ringan, tua, kematian, rumah sakit, hemoglobin
Pendahuluan
Prevalensi dan insiden anemia cenderung meningkat dengan usia lanjut (Kesehatan dan Anemia studi, unpublished data dan refs. 1 dan 2). Diperkirakan bahwa hampir tiga juta orang tua saat ini dipengaruhi oleh anemia di Amerika Serikat. 3 Terhadap latar belakang yang cepat dan bertahan lama penuaan penduduk, jumlah mata pelajaran anemia tua di negara-negara Barat meningkat tajam dalam waktu dekat. Konsentrasi hemoglobin relatif rendah adalah menemukan laboratorium umum pada orang tua, untuk sebagian besar dinilai oleh dokter sebagai tanda klinis tanpa relevansi atau sebagai penanda penyakit kronis yang mendasarinya tidak memiliki pengaruh pada kesehatan independen. Meskipun data yang masih terbatas, dalam beberapa tahun terakhir beberapa penelitian telah mulai menantang luas dan persepsi mengabadikan diri anemia sebagai pengamat yang tidak bersalah, pelaporan meningkat kecacatan, morbiditas, dan mortalitas di usia lanjut mengalami anemia (untuk ikhtisar lihat referensi). 4 - 8 Sebagai hasilnya, anemia dapat memiliki efek yang relevan pada persyaratan kesehatan dan substansial meningkatkan biaya kesehatan. 9, 10

Hubungan antara anemia dan hasil klinis kemungkinan akan dipengaruhi oleh prognosis miskin tua dengan anemia sedang hingga berat. Penelitian terbaru telah menyelidiki risiko yang terkait dengan interval tertentu hemoglobin konsentrasi. 11 - 16 Kami baru-baru ini melaporkan bahwa anemia kelas ringan adalah sectionally lintas dikaitkan dengan perhatian selektif lebih buruk dan penyakit-spesifik ukuran kualitas hidup. 17

Tujuan utama sekarang berdasarkan populasi studi ini adalah untuk menilai secara prospektif hubungan antara anemia ringan dengan hasil klinis yang relevan seperti rumah sakit dan semua penyebab kematian pada manula. Sekunder Tujuannya adalah untuk menyelidiki asosiasi dari berbagai jenis anemia ringan dengan mortalitas.

Desain dan Metode
Studi populasi
Salute e Anemia (Kesehatan dan Anemia) adalah populasi yang membujur berbasis penelitian pengamatan dari semua 65 - sampai 84-tahun warga di kotamadya Biella, Piedmont, sebuah kota di utara-barat Italia. All registered individu 65 - untuk 84 tahun berada di Biella pada hari prevalensi (12 Mei 2003) yang memenuhi syarat untuk studi (n = 10.110). Usia dan tempat tinggal adalah satu-satunya inklusi / pengecualian kriteria yang digunakan. Ascertainment kasus ini dilakukan antara bulan Mei 2003 dan April 2004.

Dalam peserta menyetujui, tekanan darah arteri (ketiga membaca), jantung dan pernapasan tingkat, berat, dan tinggi diukur dan sampel darah diambil oleh terlatih, perawat terdaftar di rumah (50%) atau di laboratorium rawat jalan (49%) di pilihan orang tua atau, untuk dilembagakan individu, di panti jompo (1%). Kuesioner juga dikelola oleh para perawat dalam rangka untuk memastikan kebiasaan, sekarang dan masa lalu penyakit, dan rumah sakit penerimaan dan intervensi dalam 5 tahun sebelumnya. Indeks co-morbid keparahan penyakit ini dikembangkan untuk tujuan studi: medis berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh perawat, co-keparahan penyakit mengerikan itu dinilai oleh dua dokter menggunakan skor kumulatif dengan skala 5-titik. Definisi rating poin (dari 1, tidak ada gangguan, sampai 5, sangat parah) sangat mirip dengan para Penyakit Kumulatif Skala Rating. 18

Dalam sampel dari populasi studi ini disertakan dalam bagian lain Kesehatan dan Anemia Studi ditujukan untuk menyelidiki efek anemia pada kognitif ringan, suasana hati, fungsional dan kualitas hidup variabel, psikolog dilatih juga dikumpulkan, antara lain informasi, data medis sejarah. 17 Informasi yang dikumpulkan oleh para psikolog yang buta dengan yang sebelumnya dikumpulkan oleh perawat pada saat pengambilan sampel darah dan dua wawancara yang digunakan di sini untuk mengendalikan konsistensi sejarah medis yang dilaporkan oleh para peserta. Perjanjian antara item sebanding sejarah medis yang diambil oleh para perawat dan oleh para psikolog sangat tinggi: Cohen κ adalah antara 0,84 dan 0,93. Untuk mengendalikan pengaruh potensi non-respon bias, pada akhir kasus ascertainment, pencarian dilakukan dalam database Kesehatan Lokal hemoglobin Authority untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh non-peserta (yaitu orang yang tidak ditemukan, tidak dalam kondisi menyumbang satu sampel darah, menolak untuk berpartisipasi, atau yang meninggal setelah hari prevalensi tapi sebelum menghubungi) selama periode yang sama dan di Laboratorium Rumah Sakit Biella sama dari mana data untuk studi ini dikumpulkan. Bila lebih dari satu hasil hadir, yang paling baru dianggap. Output adalah daftar anonim empat data: seks (laki-laki / wanita), usia (di hari ujian), konsentrasi hemoglobin, dan jumlah hari berlalu dari tanggal tes darah untuk kematian atau akhir masa tindak lanjut. Prosedur penelitian dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam Deklarasi Helsinki tahun 1964 dan amandemen berikut. Penelitian lokal Komite Etika Rumah Sakit Kesehatan Authority of Novara menyetujui studi. Persetujuan tertulis diperoleh dari setiap peserta sebelum pengambilan sampel darah.

Definisi anemia dan anemia kelas ringan
Anemia didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) kriteria sebagai konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dari 12 g / dL pada wanita dan 13 g / dL pada laki-laki. 19 Sesuai dengan sistem klasifikasi yang paling grading, 20, 21 anemia kelas ringan didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin antara 10,0 dan 11,9 g / dL pada perempuan dan antara 10,0 dan 12,9 g / dL pada pria.

Metode laboratorium
Sampel darah vena yang dikumpulkan dari para peserta dalam posisi duduk oleh venipuncture. Hitung darah lengkap (CBC) telah ditentukan menggunakan MEX SIS-SE-2100 counter elektronik (Sysmex Corporation Kobe, Jepang) di Laboratorium Rumah Sakit Biella. Setiap kali konsentrasi hemoglobin berada di bawah acuan kriteria WHO untuk anemia, pemeriksaan laboratorium lebih lanjut besi serum, transferin, feritin, asam folat dan vitamin B 12 dilakukan.



Analisis statistik
Tindak lanjut periode di mana kematian dari setiap penyebab dapat dipastikan (data dari Kantor Pendaftaran dan Kesehatan Lokal Authority) berkisar dari 1 hari hingga 3,5 tahun setelah pengumpulan darah. Ketika kurva kumulatif jumlah kematian itu secara visual diperiksa, dua lereng yang berbeda dapat dilihat: dari hari 0 sampai sekitar 2 bulan dan dari titik waktu ini menjadi 3,5 tahun kemudian. Karena data anonim CBC juga dikumpulkan di rumah sakit individu (n = 391), lereng curam pertama sangat mungkin karena kematian pasien sakit parah. Untuk menghindari efek yang tidak diinginkan ini, waktu bertahan dihitung untuk interval antara 60 hari dan 3,5 tahun setelah pengumpulan darah. Kurva Kaplan-Meier dibangun untuk anemia ringan dan non-anemia pria dan wanita, dan perbedaan dalam kelangsungan hidup diuji menggunakan peringkat log-tes. Umur-dan seks-dikoreksi bahaya rasio (HR) kematian di kelompok anemia ringan dibandingkan dengan yang di non-kelompok anemia dihitung menggunakan regresi hazard proporsional Cox model. Ketika analisis dibatasi untuk peserta, HR dapat lebih disesuaikan dengan potensi efek mengacaukan pendidikan, sejarah merokok, body mass index (BMI), masuk ke rumah sakit, dan co-morbid penyakit (diabetes, hipertensi, infark miokard, gagal jantung, kegagalan pernapasan, gagal ginjal, penyakit saraf, dan kanker) atau rekan-keparahan penyakit mengerikan. Umur, pendidikan, BMI, dan rekan-keparahan penyakit mengerikan itu diproses sebagai variabel kontinu. Setelah pengamatan Borgna-Pignatti et al. 22 dan Kristal-Boneh et al. 23 dari hemoglobin konsentrasi rendah selama musim panas (Juni, Juli, dan Agustus), kami juga menambahkan variabel menjadi sampel di musim panas untuk disesuaikan dengan lengkap model untuk mengontrol untuk mengacaukan potensi efek variasi musiman nilai-nilai hemoglobin. Untuk memeriksa apakah efek dari anemia ringan adalah serupa dari waktu ke waktu, dua analisis kelangsungan hidup dibentuk: yang pertama dari 60 hari setelah pengumpulan darah sampai 2 tahun, dan yang kedua 2-3,5 tahun.
Analisis subkelompok dilakukan untuk mengeksplorasi potensi resiko kematian yang terkait dengan berbagai jenis anemia.

Kurva Kaplan-Meier dan Cox model juga digunakan untuk mempelajari hubungan antara anemia ringan dengan waktu untuk perawatan di rumah sakit pertama di 3 tahun setelah pengambilan sampel darah (data dari Pendaftaran County Kesehatan Lokal Authority).
Asumsi proporsionalitas model diperiksa memeriksa log (-log (survival)) terhadap log (waktu bertahan) grafik: tidak ada keberangkatan dari paralelisme yang ditemukan.
Untuk menyelidiki apakah kriteria WHO mungkin telah mempengaruhi efek diperkirakan anemia ringan pada hasil, kami baru-baru ini mengusulkan digunakan berikutnya batas bawah normal konsentrasi hemoglobin untuk menentukan anemia pada orang dewasa putih (lebih rendah dari 12,2 g / dL pada wanita dan lebih rendah dari 13,2 g / dL pada pria), 24 yang sedikit lebih tinggi daripada kriteria WHO dan kemudian dievaluasi kembali hubungan antara anemia ringan dengan rawat inap dan kematian. Berikut Waalen Beutler dan metodologi, 24 kami juga mencoba untuk menentukan di masa kini populasi studi batas bawah normal konsentrasi hemoglobin, dihitung sebagai 5 th persentil aktual dalam kumpulan data. Semua nilai-nilai p dua ekor. Data dianalisis dengan menggunakan JMP v. 6.0.3 dan perangkat lunak SAS, versi 8.2 (baik SAS Institut Inc, Cary, NC, USA).
Hasil
Studi populasi
Dari 10.110 penduduk di Biella (6.146 perempuan dan 3.964 laki-laki) yang 65-84 tahun pada hari prevalensi, 1.131 tidak dapat dihubungi melalui telepon, 80 meninggal sebelum dihubungi, 4.398 menolak atau tidak bisa menyumbang satu sampel darah, dan 4.501 setuju untuk berpartisipasi. Peserta (usia rata-rata 73,6 tahun, standar deviasi [SD] = 5.2) berada di rata-rata sekitar 1 tahun lebih muda dari non-peserta (usia rata-rata 74,8 tahun, SD = 5.5). Di antara non-peserta, 3.035 orang telah memiliki CBC dilakukan pada periode yang sama dan rumah sakit laboratorium dari survei saat ini. Jadi 7.536 (4.501 + 3.035) individu dengan CBC dapat dimasukkan dalam studi longitudinal kematian. Usia rata-rata 2.574 dari sisa tua tanpa tes hemoglobin yang tersedia (73,9 tahun) adalah sebanding dengan bahwa dari 4.501 peserta, 7.536 orang dengan CBC tersedia, dan seluruh populasi (rata-rata usia antara 73,6 dan 74,3 tahun). Proporsi wanita adalah serupa dalam total populasi dan semua kelompok di atas (antara 60,2 dan 61,6%).

Di antara 4.501 peserta 31 yang moderat-anemia parah, sehingga jumlah total anemia ringan (n = 313) dan non-anemia (n = 4.157) peserta termasuk dalam analisis adalah 4.470. Di antara 7.536 orang tua dengan CBC yang tersedia, 130 telah moderat-anemia parah, sehingga jumlah total anemia ringan (n = 716) dan non-anemia (n = 6.690) tua dengan CBC yang tersedia termasuk dalam analisis adalah 7.406. Batas bawah normal konsentrasi hemoglobin dalam penelitian sekarang penduduk 12,0 g / dL pada perempuan dan 12,8 g / dL pada pria.
Risiko rawat inap di 4.470 peserta

Anemia ringan adalah sectionally lintas terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari beberapa kondisi patologis . Selama 3 tahun masa tindak lanjut, 123 dari 313 anemia ringan (39,3%) dan 1.173 dari 4.157 non-anemia (28,2%) peserta dirawat di rumah sakit. Kaplan-Meier menunjukkan kurva dengan status anemia ringan dan seks: risiko rawat inap unadjusted secara signifikan lebih tinggi baik dalam wanita anemia ringan (p = 0,0013) dan laki-laki (p = 0,0019). Risiko masuk rumah sakit di 3 tahun setelah pengambilan sampel darah secara signifikan lebih tinggi pada anemia ringan daripada anemia non-peserta (usia dan jenis kelamin-disesuaikan HR: 1.44; 95% CI: 1,19-1,73), juga ketika disesuaikan untuk pendidikan , sejarah merokok, BMI, co-penyakit mengerikan atau rekan-keparahan penyakit mengerikan (baik disesuaikan HR: 1,32; 95% CI: 1,09-1,60). HR identik diperoleh juga ketika musim panas variabel sampling ini ditambahkan ke model. Ketika anemia ringan didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin antara 10,0 dan 12,1 g / dL pada perempuan dan antara 10,0 dan 13,1 g / dL pada laki-laki, hasil itu sangat mirip (HR disesuaikan terendah: 1,29; 95% CI: 1,09-1,53). Menggunakan batas bawah normal konsentrasi hemoglobin yang ditemukan dalam penelitian sekarang penduduk, disesuaikan sepenuhnya HR adalah 1,45 (95% CI: 1,19-1,76). menunjukkan rumah sakit yang paling umum discharge diagnosis oleh status anemia.

Karakteristik anemia ringan dan non-anemia peserta dalam Kesehatan dan Anemia berdasarkan populasi studi, 2003-2007 (n = 4.470).


Waktu untuk pertama kali dirawat di rumah sakit oleh jenis kelamin dan status anemia ringan Kesehatan dan Anemia studi berdasarkan populasi (2003-2007). Kaplan-Meier kurva untuk individu berusia 65-84 tahun (n = 4.470) selama 3 tahun setelah pengambilan sampel darah.


Rumah sakit yang paling umum discharge diagnosis oleh status anemia selama 3-tahun masa tindak lanjut dalam Kesehatan dan Anemia berdasarkan populasi studi, 2003-2007 (n = 4.470).
Risiko kematian
Risiko kematian pada manula dengan 7.536 CBC tersedia
Selama 3,5 tahun follow up mulai dari 60 hari setelah pengambilan sampel darah, 36 moderat untuk anemia parah (45,0%), 170 anemia ringan (26,6%), dan 598 non-anemia (9,1%) orang meninggal. menunjukkan usia disesuaikan HR kematian pada perempuan dan laki-laki oleh kategoris konsentrasi hemoglobin (keduanya p <0,0001). Risiko kematian tidak berbeda secara signifikan antara kelas hemoglobin di atas kriteria WHO untuk anemia pada wanita baik (p = 0,2902) atau laki-laki (p = 0,1239). Kaplan-Meier menunjukkan kurva dengan status anemia ringan dan seks selama 3,5 tahun ini periode: yang unadjusted risiko kematian secara signifikan lebih tinggi (p <0,0001) dalam kedua anemia ringan perempuan dan laki-laki daripada partisi non-anemia rekan-rekan. -Usia dan jenis kelamin-disesuaikan HR untuk angka kematian secara signifikan lebih tinggi di antara anemia ringan versus non-anemia individu baik menggunakan kriteria WHO atau baru diusulkan batas bawah hemoglobin normal konsentrasi dan, seperti yang diharapkan, HR juga meningkat ketika moderat untuk anemia parah tua dimasukkan dalam analisia.


(A) \Umur-rasio hazard yang disesuaikan kematian (95% CI) dengan konsentrasi hemoglobin pada wanita usia 65-84 tahun (n = 4.561) dari 60 hari hingga 3,5 tahun setelah pengambilan sampel darah di Kesehatan dan Anemia studi berdasarkan populasi (2003 -2.007). (B) Umur-disesuaikan


Waktu sampai mati oleh jenis kelamin dan status anemia ringan Kesehatan dan Anemia studi berdasarkan populasi (2003-2007). Kaplan-Meier kurva untuk individu berusia 65-84 tahun (n = 7.406) dari 60 hari hingga 3,5 tahun setelah pengambilan sampel darah. Anemia ringan didefinisikan


Usia dan seks-disesuaikan risiko kematian pada anemia anemia ringan dan tua di Kesehatan dan Anemia berdasarkan populasi studi, 2003-2007 (n = 7.536).
Resiko kematian dalam 4.470 peserta

Ketika analisis dibatasi pada 4.470 anemia ringan dan non-anemia peserta, usia dan jenis kelamin-disesuaikan mortalitas HR untuk dapat lebih disesuaikan untuk mengacaukan kemungkinan efek dari pendidikan, sejarah merokok, BMI, masuk ke rumah sakit, co-penyakit mengerikan atau rekan-keparahan penyakit mengerikan. Selama 3,5 tahun follow up 52 anemia ringan (16,6%), dan 274 non-anemia (6,6%) orang meninggal. Seperti ditunjukkan pada , risiko kematian secara signifikan lebih tinggi pada kelompok dengan anemia ringan, yang sama HR dalam 2 tahun pertama dan dalam 1,5 tahun berikutnya. HR yang hampir sama juga diperoleh ketika musim panas variabel sampling ini ditambahkan ke model 4. Sebanding dengan hasil yang ditemukan jika anemia ringan didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin antara 10,0 dan 12,1 g / dL pada perempuan dan antara 10,0 dan 13,1 g / dL pada laki-laki (disesuaikan HR selama 3,5 tahun: 1,65; 95% CI: 1,23-2,21). Menggunakan batas bawah konsentrasi hemoglobin normal ditemukan dalam penelitian sekarang penduduk, disesuaikan sepenuhnya HR adalah 2,06 (95% CI: 1,48-2,80).

Unadjusted dan disesuaikan risiko kematian pada anemia ringan tua peserta dalam Kesehatan dan Anemia berdasarkan populasi studi, 2003-2007 (n = 4.470).
Kami melakukan analisis subkelompok oleh jenis anemia untuk menyelidiki lebih lanjut hubungan antara anemia ringan dan kematian lebih dari 3,5 tahun. Kecuali untuk talasemia β-kecil yang tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kematian (disesuaikan sepenuhnya HR = 0.54; 95% CI: 0,09-1,69), hasil pada anemia jenis lain cenderung, ke berbagai derajat, untuk mengkonfirmasi temuan dalam penduduk keseluruhan subjek anemia ringan. Namun, jumlah kasus atau kematian terlalu kecil untuk mendapatkan hasil yang dapat diandalkan dalam kekurangan zat besi, gagal ginjal, dan asam folat atau vitamin B 12 defisiensi anemias, sementara risiko kematian meningkat secara signifikan di mata pelajaran dengan anemia ringan penyakit kronis (sepenuhnya disesuaikan HR: 5,44; 95% CI: 3,53-8,06). Ketika orang tua dengan-β talasemia minor dikeluarkan dari analisis, hubungan antara anemia ringan dan kematian lebih dari 3,5 tahun ini sedikit lebih jelas (sepenuhnya disesuaikan HR: 2,18; 95% CI: 1,56-2,99).
Diskusi
Ini adalah prospektif berbasis populasi belajar secara khusus ditujukan untuk menyelidiki secara menyeluruh dampak dari kelas ringan anemia pada orang tua. Sampel darah dikumpulkan untuk keperluan penelitian dari populasi yang dipilih. Risiko kematian dan perawatan rumah sakit secara signifikan lebih tinggi di antara mata pelajaran tua anemia ringan dibandingkan dengan yang non-anemia, juga ketika disesuaikan untuk sejumlah besar pembaur potensial. Rasio bahaya kematian lebih dari 2 kali dan 1,5 tahun berikutnya meningkat secara signifikan dan sangat mirip. Risiko kematian ditemukan untuk dihubungkan dengan anemia ringan penyakit kronis tapi tidak dengan anemia talasemia β-kecil.

Beberapa retrospektif 1, 11 dan calon 12, 15 penelitian melaporkan peningkatan risiko rawat inap di antara para manula dengan semua nilai anemia, dan dalam populasi yang didirikan untuk Studi Epidemiologi dari Lansia (EPESE) studi, 12 ada tren yang signifikan menuju peningkatan risiko perawatan di rumah sakit dengan penurunan konsentrasi hemoglobin kategoris. Dalam studi saat ini kami menunjukkan tingkat yang lebih tinggi rumah sakit di 3 tahun setelah pengambilan sampel darah, terlepas dari banyak potensi pembaur, juga di antara mata pelajaran tua anemia ringan.

Sebuah kelebihan mungkin angka kematian pada wanita tua dengan hematokrit yang rendah telah diamati beberapa dekade yang lalu. 25 Recent masyarakat berbasis penelitian telah diteliti lebih lanjut asosiasi ini. 11 - 14, 16, 26, 27 Dalam EPESE dan Leiden 85-plus studi peningkatan risiko kematian lebih dari 4 dan 10 tahun, masing-masing, dikaitkan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin kategoris. 12, 13 Dalam studi EPESE Duke lebih tinggi secara nyata risiko kematian 8 tahun setelah pengumpulan darah ditemukan pada wanita tua, tetapi tidak pada pria usia lanjut dengan anemia ringan pada awal. 11 Dalam Women's Health dan Aging Study saya, penyandang cacat wanita yang lebih tua dengan sedikit konsentrasi hemoglobin rendah memiliki risiko kematian lebih besar lebih dari 5 tahun. 14 Dalam Kesehatan, Penuaan, dan Badan Studi Komposisi peningkatan risiko mortalitas di atas 6 tahun itu ditemukan di tua yang berfungsi dengan baik orang kulit putih dan wanita dengan konsentrasi hemoglobin lebih rendah daripada 12,0 g / dl, tetapi tidak pada perempuan atau laki-laki kulit hitam, atau orang kulit putih dengan konsentrasi hemoglobin antara 12,0 dan 12,9 g / dl. 16 Pada saat ini Studi kami menemukan bukti efek independen dari kelas ringan anemia pada kelangsungan hidup, sedemikian rupa sehingga risiko kematian lebih dari 2 dan 3,5 tahun di antara subyek dengan anemia ringan hampir dua kali lipat di antara rekan-rekan non-anemia. Perkiraan risiko kematian selama periode waktu yang lebih lama sudah direncanakan, namun ketika klasifikasi seseorang ke dalam anemia atau non-kelompok anemia didasarkan pada satu pengukuran konsentrasi hemoglobin dari waktu ke waktu, seperti yang secara konsisten dilakukan, semakin lama mengikuti -up, semakin tinggi kemungkinan suatu perubahan campur tangan dalam anemia / non-status anemia seseorang.
Definisi anemia yang disarankan oleh WHO telah berulang kali ditanyai dan usaha telah dilakukan untuk mengusulkan batas bawah baru normal konsentrasi hemoglobin sesuai dengan individu asal etnis, jenis kelamin, dan usia. 24 Ini adalah di luar lingkup dari studi ini untuk membahas validitas prediktif dari berbagai cut-off konsentrasi hemoglobin menyarankan untuk mendefinisikan anemia pada orang tua, tetapi menarik untuk dicatat bahwa dalam penelitian kami ketika anemia ditentukan oleh konsentrasi hemoglobin hanya sedikit lebih tinggi (lebih rendah daripada 12,2 g / dL pada wanita dan lebih rendah dari pada laki-laki 13,2) 24 daripada kriteria WHO, risiko rawat inap dan kematian tetap secara signifikan lebih tinggi pada kelompok anemia ringan. Jadi, dipilih yang agak sewenang-wenang batas bawah normal konsentrasi hemoglobin digunakan tidak bias efek perkiraan anemia ringan.

Konsisten dengan hasil Penninx et al. 12 kami tidak menemukan hubungan yang bermakna antara konsentrasi hemoglobin tertinggi dan peningkatan risiko perawatan di rumah sakit. Berbeda dengan Elwood et al. (dalam sebuah studi perempuan dengan hematokrit di atas 45%), 25 Zakai et al., 26 Denny et al. (pada wanita), 11 dan Culleton et al. (dalam perempuan yang mencari perawatan medis), 15 dan dalam perjanjian dengan Gagnon et al. (dalam tua perempuan dan laki-laki dengan hematokrit dari 46% hingga 65% dan 49% sampai 70%, masing-masing), 28 Izaks et al. (individu berusia 85 tahun dan lebih tua), 13 Penninx et al., 12 Denny et al. (pada pria), 11 Chaves et al. (dalam dinonaktifkan wanita), 14 Culleton et al. (pada laki-laki mencari perawatan medis), 15 dan Patel et al. (dalam yang berfungsi dengan baik orang dewasa umur 70 hingga 79 tahun) 16 kami tidak menemukan peningkatan risiko signifikan dari semua penyebab kematian di antara orang tua dengan konsentrasi hemoglobin tertinggi. Inspeksi Gambar 2A mungkin menyarankan kemungkinan kecenderungan peningkatan risiko kematian pada wanita dengan tinggi konsentrasi hemoglobin normal, tetapi sampel yang lebih besar diperlukan untuk mencapai kesimpulan perusahaan apapun.
Kecuali untuk penelitian anemia pada moderat-untuk-cacat wanita yang lebih tua, 29 tidak berdasarkan populasi studi yang kami ketahui sebelumnya menyelidiki asosiasi jenis anemia ringan dengan risiko kematian. Dalam penelitian ini, berbeda dengan hasil keseluruhan terlihat pada seluruh kelompok dengan anemia ringan, individu dengan β-talasemia minor tidak mempunyai kelangsungan hidup yang lebih pendek daripada non-anemia subjek tua.

Mekanisme khusus yang anemia relevan akan mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kesehatan pada orang tua tidak diketahui. Namun, orang tua dengan warisan, biasanya tanpa gejala, kondisi seumur hidup seperti talasemia β-kecil tidak mengalami peningkatan risiko kematian, sedangkan mereka yang memiliki kelainan diperoleh seperti anemia ringan penyakit kronis, menunjukkan lima kali lipat peningkatan risiko mortalitas . Hal ini tampaknya menunjukkan bahwa, ketika dikembangkan kemudian dalam kehidupan, anemia ringan dapat secara signifikan berkontribusi pada kerentanan kesehatan dan miskin hasil klinis pada orang tua.

Beberapa potensi keterbatasan dari studi ini pantas diskusi. Secara umum, temuan di wilayah geografis tertentu, juga dipengaruhi oleh homogen karakteristik populasi tertentu yang diteliti, mungkin tidak selalu dapat direplikasi di lain survei berbasis populasi. Informasi mengenai kondisi kesehatan peserta ini terutama didasarkan pada laporan diri. Penelitian sebelumnya, bagaimanapun, menunjukkan bahwa mengambil sejarah medis dalam individu tua yang berpartisipasi dalam survei berbasis populasi yang akurat dan memberikan gambaran klinis lengkap, 30 dengan tidak ada perbedaan umur dalam akurasi respons untuk pertanyaan yang berhubungan dengan kesehatan. 31 Bahkan agak gila ditemukan subyek menjadi tidak kurang mungkin dibandingkan kognitif tua tak terhalang untuk melaporkan gangguan onset baru-baru ini, 32 dan dalam populasi studi saat ini, hanya 0,8% dari para peserta menunjukkan kerusakan kognitif. Selain itu, keandalan dari wawancara itu sangat tinggi dan pelaporan tidak tepat akan berlaku untuk kedua anemia ringan dan non-kelompok anemia. Meskipun kemungkinan pengaruh non-respon bias pada asosiasi dipelajari tidak dapat dikesampingkan, ini tampaknya agak mustahil mengingat kondisi diperiksa (yang anemia kelas ringan yang sebagian besar orang tua tidak menyadari) bersama-sama dengan sifat dari hasil belajar. Dalam setiap kasus, ketika lebih dari separuh diri non-peserta yang dipilih ditambahkan kepada para peserta, risiko kematian yang terkait dengan anemia ringan tidak bervariasi; memang seks dan usia meningkatkan rasio hazard yang disesuaikan 2,09-2,54. Meskipun hasil disesuaikan untuk cukup banyak potensi demografi dan klinis pembaur, orang lain mungkin tidak telah diidentifikasi. Sebaliknya, jumlah besar pembaur dimasukkan dalam analisis multivariabel mungkin telah menyebabkan overadjustment dan akibatnya meremehkan kekuatan dari asosiasi. Perhatian lebih lanjut menyangkut intrinsik ketidakmungkinan untuk memastikan hubungan kausal dalam studi pengamatan: asosiasi tidak berarti sebab-akibat. Namun mencolok dan sugestif hasil, mengingat sifat pengamatan studi itu tidak dapat disimpulkan dari temuan yang memulihkan konsentrasi hemoglobin normal, tentu akan mengurangi risiko yang terkait dengan mengamati kelas ringan anemia.

Anemia ringan umum dan sering tidak terdiagnosis pada manula. Temuan kami menunjukkan bahwa kelas ringan anemia independen terkait dengan peningkatan risiko hasil klinis yang relevan seperti rumah sakit dan kematian. Studi pengamatan tidak dapat menyediakan bukti kausalitas, tapi kecurigaan beralasan bahwa anemia ringan pada orang tua mungkin bukan hanya tidak bersalah panggilan untuk uji klinis terkontrol untuk menguji apakah konsentrasi hemoglobin meningkatkan secara efektif dapat mengurangi risiko yang terkait dengan kondisi ini.

Pengakuan
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua peserta dari Biella tua yang membuat penyelidikan ini mungkin dan dengan "Kesehatan dan Anemia" Study Group: Elena Clivio, Tania Maierini, Luca Pasina, Anna Busillo, Gianaroli Antonia, Maria Orgiana, Patrizia Panfili, Simona Banino , Pamela Cinti, Francesca Giardini, Elena Grappolo, Paola Minacapelli, Luigi Savoia, Manuela Saviolo, Registry Office dan Lokal Kesehatan Authority (ASL) dari Biella, Fondo Edo Tempia, Lega Italiana per la Lotta contro i Tumori, dan Fondazione Clelio Angelino.
Footnotes

Pendanaan: studi ini didukung oleh penelitian hibah dari Amgen Italia. Sponsor penelitian tidak memiliki peran dalam konsepsi atau desain penelitian, pengumpulan, pengelolaan, analisis, atau penafsiran data; persiapan dan penulisan laporan atau keputusan untuk mengirimkan naskah untuk diterbitkan.

Kepengarangan dan Pengungkapan
ER, MT, PM, GA dan UL dipahami dan merancang penelitian. ER, MT, PM, GA, FG, AN, mvx, PD, AGI, MC, PT, Agu, GF, dan UL melakukan pengumpulan data dan manajemen. Mvx dan PD dilakukan analisis laboratorium. MT dilakukan analisis statistik. EM, MT, PM, GA, dan UL menganalisis dan menafsirkan data. UL merancang naskah. ER, MT, PM, GA, FG, AN, mvx, PD, AGI, MC, PT, Agu, GF, dan UL direvisi dan disetujui naskah versi akhir itu.
Para penulis melaporkan tidak ada potensi conficts kepentingan.



Referensi
1. Salive ME, Cornoni-Huntley J, Guralnik JM, Phillips CL, Wallace RB, Ostfeld PM, et al. Anemia dan tingkat hemoglobin pada orang tua: hubungan dengan usia, jenis kelamin, dan status kesehatan. Geriatr J Am Soc. 1992; 40 :489-96. [PubMed]
2. Ania BJ, Suman VJ, Fairbanks VF, Rademacher DM, Melton LJ., III Insiden anemia pada orang tua: studi epidemiologi dalam populasi didefinisikan dengan baik. Geriatr J Am Soc. 1997; 45 :825-31. [PubMed ]
3. Guralnik JM, Eisenstaedt RS, Ferrucci L, Klein HG, Woodman RC. Prevalensi anemia pada orang 65 tahun dan lebih tua di Amerika Serikat: bukti untuk tingkat tinggi yang tak dapat dijelaskan anemia. Darah. 2004; 104 :2263-8. [PubMed]
4. Carmel R. Anemia dan penuaan: gambaran klinis, diagnostik dan masalah-masalah biologis. Darah Rev 2001; 15 :9-18. [PubMed]
5. Nissenson AR, Goodnough LT. Anemia. Not just an innocent bystander? Arch Intern Med. 2003; 163 :1400–4. [ PubMed ]
6. Lipschitz D. Medical and functional consequences of anemia in the elderly. J Am Geriatr Soc. 2003; 51 (3 suppl):S10–3. [ PubMed ]
7. Woodman R, Ferrucci L, Guralnik J. Anemia in older adults. Curr Opin Hematol. 2005; 12 :123–8. [ PubMed ]
8. Spivak JL. Anemia in the elderly. Time for new blood in old vessels? Arch Intern Med. 2005; 165 :2187–9. [ PubMed ]
9. Robinson B. Cost of anemia in the elderly. J Am Geriatr Soc. 2003; 51 (3 suppl):S14–7. [ PubMed ]
10. Ershler WB, Chen K, Reyes EB, Dubois R. Economic burden of patients with anemia in selected diseases. Value Health. 2005; 8 :629–38. [ PubMed ]
11. Denny SD, Kuchibhatla MN, Cohen HJ. Impact of anemia on mortality, cognition, and function in community-dwelling elderly. Am J Med. 2006; 119 :327–34. [ PubMed ]
12. Penninx BWJH, Pahor M, Woodman RC, Guralnik JM. Anemia in old age is associated with increased mortality and hospitalization. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2006; 61 :474–9. [ PubMed ]
13. Izaks GJ, Westendorp RGJ, Knook DL. The definition of anemia in older persons. JAMA. 1999; 281 :1714–7. [ PubMed ]
14. Chaves PHM, Xue QL, Guralnik JM, Ferrucci L, Volpato S, Fried LP. What constitutes normal hemoglobin concentration in community-dwelling disabled older women? J Am Geriatr Soc. 2004; 52 :1811–6. [ PubMed ]
15. Culleton BF, Manns BJ, Zhang J, Tonelli M, Klarenbach S, Hemmel-garn BR. Impact of anemia on hospitalization and mortality in older adults. Blood. 2006; 107 :3841–6. [ PubMed ]
16. Patel KV, Harris TB, Faulhaber M, Angleman SB, Connelly S, Bauer DC, et al. Racial variation in the relationship of anemia with mortality and mobility disability among older adults. Blood. 2007; 109 :4663–70. [ PubMed ]
17. Lucca U, Tettamanti M, Mosconi P, Apolone G, Gandini F, Nobili A, et al. Association of mild anemia with cognitive, functional, mood and quality of life outcomes in the Elderly: The “Health and Anemia” study. PLoS ONE. 2008; 3 (4):e1920. doi: 10.1371/journal.pone.0001920. [ PubMed ]
18. Parmelee PA, Thuras PD, Katz IR, Lawton MP. Validation of the Cumulative Illness Rating Scale in a geriatric residential population. J Am Geriatr Soc. 1995; 43 :130–7. [ PubMed ]
19. World Health Organization. Nutritional anaemias: Report of a WHO Scientific Group. World Health Organ Tech Rep Ser. 1968; 405 :5–37. [ PubMed ]
20. Groopman JE, Itri LM. Chemotherapy-induced anemia in adults: incidence and treatment. J Natl Cancer Inst. 1999; 91 :1616–34. [ PubMed ]
21. Dallman PR, Yip R, Johnson C. Prevalence and causes of anemia in the United States, 1976 to 1980. Am J Clin Nutr. 1984; 39 :437–45. [ PubMed ]
22. Borgna-Pignatti C, Ventola M, Friedman D, Cohen AR, Origa R, Galanello R, et al. Seasonal variation of pretransfusion hemoglobin levels in patients with thalassemia major. Blood. 2006; 107 :355–7. [ PubMed ]
23. Kristal-Boneh E, Froom P, Harari G, Shapiro Y, Green MS. Seasonal changes in red blood cell parameters. Br J Haematol. 1993; 85 :603–7. [ PubMed ]
24. Beutler E, Waalen J. The definition of anemia: what is the lower limit of normal of the blood hemoglobin concentration? Blood. 2006; 107 :1747–50. [ PubMed ]
25. Elwood PC, Waters WE, Benjamin IT, Sweetnam PM. Mortality and anaemia in women. Lancet. 1974; 1 :891–4. [ PubMed ]
26. Zakai NA, Katz R, Hirsch C, Shlipak MG, Chaves PHM, Newman AB, et al. A prospective study of anemia status, hemoglobin concentration, and mortality in an elderly cohort. The Cardiovascular Health Study. Arch Intern Med. 2005; 165 :2214–20. [ PubMed ]
27. Atti AR, Palmer K, Volpato S, Zuliani G, Winbland B, Fratiglioni L. Anaemia increases the risk of dementia in cognitively intact elderly. Neurobiol Aging. 2006; 27 :278–84. [ PubMed ]
28. Gagnon DR, Zhang TJ, Brand FN, Kannel WB. Hematocrit and the risk of cardiovascular disease: the Framingham Study: a 34-year follow-up. Am Heart J. 1994; 127 :674–82. [ PubMed ]
29. Semba RD, Ricks MO, Ferrucci L, Xue QL, Chaves P, Fried LP, et al. Types of anemia and mortality among older disabled women living in the community: the Women's Health and Aging Study I. Aging Clin Exp Res. 2007; 19 :259–64. [ PubMed ]
30. Lagaay AM, van der Meij JC, Hijmans W. Validation of medical history taking as part of a population based survey in subjects aged 85 and over. Br Med J. 1992; 304 :1091–2. [ PubMed ]
31. Herzog AR, Dielman L. Age differences in response accuracy for factual survey questions. J Gerontol. 1985; 40 :350–7. [ PubMed ]
32. Davis PB, Robins LN. History-taking in the elderly with and without cognitive impairment. How useful is it? J Am Geriatr Soc. 1989; 37 :249–55. [ PubMed ]
________________________________________
Articles from Haematologica are provided here courtesy of
Ferrata Storti Foundation

asma pada anak

Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.
Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak dari asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu seperti anjing, burung, kucing; memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu (inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik.
Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi (peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi dan riwayat atopi pada orang tua.
Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).

Penulis: Dr. Dito Anurogo

Komunikasi

Komunikasi
Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Sejarah komunikasi
• 2 Komponen komunikasi
• 3 Proses komunikasi
• 4 Teknologi komunikasi
• 5 Batasan dalam komunikasi
• 6 Referensi
• 7 Pranala luar

Sejarah komunikasi
Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan. [1].
Pada binatang, selain untuk seks, komunikasi juga dilakukan untuk menunjukkan keunggulan, biasanya dengan sikap menyerang. Munurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-reaksi fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi. Pada manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik otak manusia, dan hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi".
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan.
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri.
Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan. [2].
Pada binatang, selain untuk seks, komunikasi juga dilakukan untuk menunjukkan keunggulan, biasanya dengan sikap menyerang. Munurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-reaksi fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi. Pada manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik otak manusia, dan hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi".
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan.
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri. Mencari teori komunikasi yang terbaik pun tidak akan berguna karena kong terbaik pun tidak akan berguna karena komunikasi adalah kegiatan yang lebih dari satu aktivitas. Masing-masing teori dipandang dari proses dan sudut pandang yang berbeda dimana secara terpisah mereka mengacu dari sudut pandang mereka sendiri.
Komponen komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:
• Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
• Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
• Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
• Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
• Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
• Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")
Proses komunikasi
Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut.
1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.
media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan
1. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
2. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.
Teknologi komunikasi
Dalam telekomunikasi, komunikasi radio dua-arah melewati Atlantik pertama terjadi pada 25 Juli 1920.
Dengan berkembangnya teknologi, protokol komunikasi juga turut berkembang, contohnya, Thomas Edison telah menemukan bahwa "halo" merupakan kata sambutan yang paling tidak berambiguasi melalui suara dari kejauhan; kata sambutan lain seperti hail dapat mudah hilang atau terganggu dalam transmisi.
Batasan dalam komunikasi
Batasan dalam komunikasi termasuk:
1. Bahasa
2. Penundaan waktu
3. Politik
Referensi
1. ^ (id) Larry Gonick, Kartun (non) Komunikasi, guna dan salah guna informasi dalam dunia modern. Kepustakaan Populer Gramedia, Juli 2007. (diterjemahkan dari Guide to (non) Communication HarperClollins Publisher, Inc copyright 1993. ISBN 978-979-9100-75-7
2. ^ (id) Larry Gonick, Kartun (non) Komunikasi, guna dan salah guna informasi dalam dunia modern. Kepustakaan Populer Gramedia, Juli 2007. (diterjemahkan dari Guide to (non) Communication HarperClollins Publisher, Inc copyright 1993. ISBN 978-979-9100-75-7
Witzany, Guenther. "The Logos of the Bios 2. Bio-communication. Umweb, Helsinki (2007). [1] Dance, Frank. "The 'concept' of communication. Journal of Communication, 20, 201-210 (1970). [2] Witzany, Guenther. "The Logos of the Bios 2. Bio-communication. Umweb, Helsinki (2007).
[2] Witzany, Guenther. "The Logos of the Bios 2. Bio-communication. Umweb, Helsinki (2007).
Pranala luar
• Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia
• Milis Public Speaking
• Sekolah Public Speaking
[sembunyikan]
l • b • s
Bidang utama teknologi


Ilmu terapan
Kecerdasan buatan • Teknologi keramik • Teknologi komputasi • Elektronika • Elektronika dan instrumentasi • Teknologi energi • Penyimpanan energi • Rekayasa fisika • Teknologi lingkungan • Teknik material • Mikroteknologi • Nanoteknologi • Teknologi nuklir • Rekayasa optik • Komputer quantum


Olahraga
dan Rekreasi
Peralatan berkemah • Tempat bermain • Peralatan olahraga


Informasi
dan Komunikasi Teknologi informasi • Teknologi komunikasi • Grafis • Teknologi musik • Pengenalan suara • Teknologi visual


Industri
Konstruksi • Teknik finansial • Manufaktur • Mesin • Pertambangan


Militer
Bom • Senapan • Amunisi • Teknologi militer • Teknik kelautan • Pesawat tempur • Kapal perang • Peluru kendali • Tank


Rumah tangga
Peralatan rumah tangga • Teknologi rumah tangga • Teknologi pendidikan • Teknologi pangan


Teknik
Teknik material • Teknik finansial • Teknik kelautan • Teknik biomedis • Teknik keselamatan • Teknik kesehatan • Teknik penerbangan • Teknik perkapalan • Teknik pertanian • Teknik arsitektur • Rekayasa biologi • Teknik bioproses • Teknik biomedis • Teknik kimia • Teknik sipil • Teknik komputer • Teknik konstruksi • Teknik listrik • Teknik elektro • Teknik lingkungan • Teknik industri • Teknik mesin • Teknik mekatronika • Teknik metalurgi • Teknik pertambangan • Teknik nuklir • Teknik otomotif • Teknik perminyakan • Teknik perangkat lunak • Teknik struktur • Rekayasa jaringan


Kesehatan
dan Keselamatan
Teknik biomedis • Bioinformatika • Bioteknologi • Informatika kimiawi • Teknologi perlindungan kebakaran • Farmakologi • Teknik keselamatan • Teknik kesehatan


Transportasi
Angkasa luar • Teknik penerbangan • Teknik perkapalan • Kendaraan bermotor • Teknologi luar angkasa


Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi









Komunikasi nonverbal
Penggunaan ekspresi wajah merupakan salah satu komunikasi nonverbal.
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.
Daftar isi
• 1 Jenis-jenis komunikasi nonverbal
o 1.1 Komunikasi objek
o 1.2 Sentuhan
o 1.3 Kronemik
o 1.4 Gerakan tubuh
o 1.5 Vokalik
o 1.6 Lingkungan
• 2 Variasi budaya dalam komunikasi nonverbal
• 3 Referensi
• 4 Catatan kaki
• 5 Lihat pula

Jenis-jenis komunikasi nonverbal
Komunikasi objek


Seorang polisi menggunakan seragam. Ini merupakan salah satu bentuk komunikasi objek.
Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Orang sering dinilai dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini dianggap termasuk salah satu bentuk stereotipe. Misalnya orang sering lebih menyukai orang lain yang cara berpakaiannya menarik. Selain itu, dalam wawancara pekerjaan seseorang yang berpakaian cenderung lebih mudah mendapat pekerjaan daripada yang tidak. Contoh lain dari penggunaan komunikasi objek adalah seragam.
Sentuhan
Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif.
Kronemik
Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality).[1]
Gerakan tubuh
Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.[2][3]
Vokalik
Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara. Ilmu yang mempelajari hal ini disebut paralinguistik. Contohnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan suara-suara pengisi seperti "mm", "e", "o", "um", saat berbicara juga tergolong unsur vokalik, dan dalam komunikasi yang baik hal-hal seperti ini harus dihindari.[4]
Lingkungan
Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, dan warna.[5]
Variasi budaya dalam komunikasi nonverbal
Budaya asal seseorang amat menentukan bagaimana orang tersebut berkomunikasi secara nonverbal. Perbedaan ini dapat meliputi perbedaan budaya Barat-Timur, budaya konteks tinggi dan konteks rendah, bahasa, dsb. Contohnya, orang dari budaya Oriental cenderung menghindari kontak mata langsung, sedangkan orang Timur Tengah, India dan Amerika Serikat biasanya menganggap kontak mata penting untuk menunjukkan keterpercayaan, dan orang yang menghindari kontak mata dianggap tidak dapat dipercaya.[6]


Referensi
• Verderber, Rudolph F.; Kathleen S. Verderber (2005). "Chapter 4: Communicating through Nonverbal Behaviour", Communicate!, edisi ke-11, Wadsworth. ISBN 0-534-73936-4.
Catatan kaki
1. ^ Verderber (2005), h. 82-83
2. ^ Ekman, P.; W. V. Friesen (1969). Semiotica, I, 49-98.
3. ^ Verderber (2005), h. 74-75
4. ^ Verderber (2005), h. 77-78
5. ^ Verderber (2005), h. 84-88
6. ^ Nonverbal Communication: Speaking Without Words
Daftar rujukan
www.google.com
-Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas







Komunikasi interpersonal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Komunikasi interpersonal menunjuk kepada komunikasi dengan orang lain.
Komunikasi jenis ini dibagi lagi menjadi komunikasi diadik, komunikasi publik, dan komunikasi kelompok-kecil.
Model Jendela Johari memusatkan pada keseimbangan komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal termasuk:
• Pidato
• Komunikasi nonverbal
• penyimpulan
• parafrase
Memiliki komunikasi interpersonal yang baik mendukung proses-proses seperti:
• perdagangan
• konseling
• pelatihan
• bimbingan
• pemecahan konflik
Komunikasi interpersonal merupakan subyek dari beberapa disiplin dalam bidang psikologi, terutama analisis transaksional.
Komunikasi ini dapat dihalangi oleh gangguan komunikasi atau oleh kesombongan, sifat malu, dll.
Komunikasi Verbal &Nin Verbal
1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol verbal. Simbol verbal bahasa merupakan pencapaian manusia yang paling impresif. Ada aturan-aturan yang ada untuk setiap bahasa yaitu fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatis.

2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, komunikasi ini menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, intonasi nada (tinggi-rendahnya nada), kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan-sentuhan. Salah satu cara mendefinisikan komunikasi non verbal adalah berdasarkan kategori sebagai berikut:
a. Proksemik
Proksemik merupakan penyampaikan pesan-pesan melalui pengaturan jarak dan ruang. Manusia mempunyai wilayah-wilayah atau zona dalam berkomunikasi, wilayah juga berarti daerah atau ruang yang rang klaim sebagai miliknya, yang seolah-olah merupakan perluasan dari tubuhnya, jarak wilayah itu sebagai berikut:
Zona intim, adalah zona yang dapat melakukan kontak fisik, dari jarak semua zona hanya zona inilah yang terpenting karena pada zona ini orang menjaganya seolah-olah zona ini milik pribadi. Hanya orang dekat secara emosional yang dapat memasukinya seperti kekasih, orang tua, suami-istri, anak-anak, kerabat dan sanak saudara. Umumnya berjarak 15-46 cm(bersentuhan-18 inch)
Zona pribadi, jarak ini dilakukan seperti pada saat kita dipesta-pesta, acara kantor dan lain sebagainya. Umumnya berjarak 46cm-1.2 m(18 inch-4ft)
Zona sosial, zona ini berlaku pada orang yang belum dikenal secara baik atau bahkan asing, seperti pada saat ditoko yang berbicara dengan pelayan toko. umumnya berjarak 1.2-3.6 m(4ft-12ft)
Zona umum, zona ini berlaku pada saat kita berbicara dengan sekelompok orang yang banyak seperti pidato. umumnya berjarak > 3.8 m(> 12 ft)
Semua zona itu dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan, nilai, kepercayaan, budaya dan lain sebagainya. Dalam Agama Islam yang menjadi agama mayoritas di Indonesia, antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram (memiliki hubungan keluarga) diwajibkan menjaga jarak satu sama lain saat berkomunikasi dan biasanya tetap dalam jarak zona sosial 1.2-3.6 m bahkan ada syarat lain yaitu tidak boleh saling memandang dan harus ditemani orang lain.
b. Kinesik
Kinesik merupakan penyampaikan pesan-pesan yang menggunakan gerakan-gerakan tubuh yang berarti yang meliputi mimik wajah, mata (lirikan-lirikan), gerakan-gerakan tangan dan yang terakhir keseluruhan anggota badan (tegap, lemah gemulai dan sebagainya).
Dalam budaya jawa komunikasi non verbal sangat kental dilakukan terutama untuk menghormati orang, atau orang yang lebih tua, semisal gerakan komunikasi yang dilakukan antara atasan dan bawahan atau abdi di mana bawahan atau abdi cenderung untuk menunduk dan merunduk untuk menunjukkan bahwa posisinya tidak lebih tinggi dari tuannya yang diajak bicara.
c. Khronemik
Khronemik adalah srudi mengenai penggunaan kita akan konteks waktu. Ide mengenai kelinearan waktu telah diterima secara luas oleh masyarakat manapun bahkan agama manapun, hal ini kemudian melahirkan beberapa istilah sepertti masa lalu, saat ini dan masa depan yang merupakan suatu urutan yang tidak dapat dibalik.
Bagaimana kita menggunakan waktu sangat tergantung pada budaya, semisal dalam budaya Indonesia pada umumnya masih sangat jarang istilah on time benar-benar dijalankan dengan baik, semisal acara rapat dalam organisasi apapun memiliki kecenderungan untuk terlambat dari 10 menit sampai 1 jam.
d. Paralinguistik
Paralinguistik adalah pesan non-verbal yang berhubungan dengan cara mengucapkannya dengan kata lain tinggi rendahnya intonasi cara pengucapannya. Satu pesan verbal yang sama dengan menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda.
Elemen-elemen komunikasi paralinguistik adalah sebagai berikut:
- Karakter vokal, seperti tertawa dan terisak
- Kualifikasi vokal seperti intensitas keras lemah, dan tinggi rendah
- Pemisahan vokal seperti uh, um, dan uhuh
Di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari orang tua seringkali berkomunikasi dengan anaknya dengan nada tinggi bahkan cenderung menghardik, hal ini seringkali menjadi hambatan dalam komunikasi orang tua dan anak sehingga orang tua tidak mengerti permasalahan yang dihadapi anaknya. Di Indonesia sendiri memang dibudayakan bahwa komunikasi orang tua dan anak cenderung satu arah.
e. Diam
Diam juga seringkali digunakan dalam komunikasi. Diam bisa diartikan bermacam-macam semilsal persetujuan, sikap apatis, tahu, bingung, kontemplasi, ketidak setujuan, dan arti-arti lainnya.
Penggunaan diam dalam komunikasi masyarakat kita telah secara luas diterima semisal dalam komunikasi atasan dengan bawahan, seringkali bawahan lebih banyak melakukan komunikasi diam sedangkan atasan banyak menyampaikan pesan sehingga sikap diam bawahan dapat diartikan kepatuhan, dan persetujuan.
f. Haptik
Haptik adalah studi mengenai penggunaan sentuhan dalam komunikasi. Sekali lagi penggunaan sentuhan dalam komunikasi sangat berbeda pada setiap kebudayaan, antara Barat dan Timur sangat berbeda dalam memandang penggunaan sentuhan.
Sentuhan dalam komunikasi di Indonesia masih relatif jarang dipakai khususnya di daerah yang masih memegang adat-istiadat ketimuran di mana sentuhan antara laki-laki dan perempuan tidak diperbolehkan karena akan menjurus pada persepsi yang negatif pada pada komunikan. Si perempuan akan diangap sebagai perempuan murahan sedangkan laki-laki dapat dianggap sebagai penggoda.
g. Cara Berpakaian dan penampilan fisik
Umumnya pakaian digunakan untuk menyampaikan identitas komunikator, menyampaikan identitas berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana prilaku kita dan bagaimana sepatutnya orang lain memperlakukan kita.
Di Indonesia ketika seorang perempuan berpakaian minim seringkali dianggap sebagai cewek murahan, walaupun hal ini umumnya terjadi pada masyarakat pinggiran. Hal ini jelas akan menghambat komunikasi yang terjadi.
Contoh lain dalam budaya jawa pakaian priyayi berupa beskap sedangkan pakaian para abdi biasanya berupa pakaian surjan. Hal ini kemudian berimbas pada komunikasi yang terjadi antar golongan dan akan lebih menjadi sebuah hambatan daripada faktor pendorong.
h. Olefatik
Studi komunikasi melalui indra penciuman disebut sebagai olefatik. Bau masih merupakan suatu hal yang sangat susah dimengerti dalam komunikasi. Bau-bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar atau tidak. Sebagai contoh bila seseorang sedang dalam keadaan tegang maka akan mengeluarkan keringat yang yang mempunyai bau yang khas.
Contoh sehari-hari penggunaan bau dalam komunikasi adalah bau-bauan yang digunakan oleh PSK yang terkesan berlebihan. Penggunaan bau berlebihan ini seringkali dimaksudkan untuk mengundang calon pelanggan mereka untuk memanfaatkan jasanya.
i. Okulestik
Okulestik adalah studi komunikasi yang disampaikan melalui pandangan mata. Sebenarnya tidak banyak studi mengenai okulestik namun dapat dicontohkan dalam berbagai budaya bahwa pandangan menggoda wanita disiratkan melalui lirikan-lirikan mata dan kerlingan.
Dalam budaya timur khususnya agama Islam kontak mata langsung antara laki-laki dan perempuan tidak diperbolehkan. Hal ini biasnya juga disertai pelarangan dalam jarak dan sentuhan.
Diposkan oleh Konsultasi-Skripsi-Terjemahan di 20:11
TaskuTasmu mengatakan...
Posting ini telah dihapus oleh penulisnya.
4 Januari 2010 07:30

daftar rujukan
-www.google.com./komunikasi nonverbal/html